Langsung ke konten utama

My Hijab Story


Sudah setahun lebih sebulan mungkin gue memutuskan untuk mengenakan kain yang menutupi keseluruhan kepala gue yang bernama hijab ini.
Wow.
Kalo lo tanya sama diri gue 2 tahun yang lalu, pasti gue akan jawab:

"Hijab? Uhh... kapan-kapan aja ya..."

Wallahualam, sekarang gue nggak bisa ngebayangin gue keluar rumah tanpa benda itu melekat di kepala gue.

Bagaimana semuanya berawal? Sungguh ini bagian yang gue suka dari semua pemakai hijab yang biasa di sebut hijabers. Karena pasti semua muslimah mempunyai ceritanya masing-masing. Gue percaya, hijab adalah sesuatu yang harus lahir dari batin, bukan tuntutan.

Sering denger kan kasus "hijab paksa"? Biasanya kasus-kasus itu berakhir dengan si perempuan yang selalu mencari kesempatan untuk melepasnya diam-diam. Tentu mungkin ada yang memang berhasil, seiring waktu tuntutan ikut memacu lahirnya kesadaran dari batin. Tapi, coba lo pikir, seorang nelayan yang selalu memancing dengan pancingan dipaksa memancing dengan tombak. Apakah mereka akan langsung terbiasa menggunakannya? Mereka pasti akan merasa tertekan dan terpaksa kan apalagi kalau ia tidak bisa menangkap ikan apa-apa. (hah?)

Intinya, semakin dipaksa, semakin akan bertentangan.

Kalau kasus gue... malah kebalikannya.

Jadi ceritanya, pada tahun 2016 kemaren, gue udah dapet hidayah dari bulan puasa tahun itu (bulan Juni), ceritanya cukup unik. Kalau ditanya gue kenapa bisa berhijab dan gue disuruh jawab dengan satu kata, gue akan jawab: "Netflix." (funfact: waktu interview beasiswa di kampus pertama gue, pertanyaan yang ditanya adalah ini)

Iya, Netflix, suatu platform yang berisi koleksi-koleksi film dan tv serial. Waktu itu keluarga gue baru-barunya langganan Netflix dan kita semua lagi gemar-gemarnya. Banyak yang bisa ditonton disana, dari mulai film tahun kapan, film india, film asia, film hollywood, semua ada. Tapi... Entah kenapa pada hari itu, gue memilih untuk menonton sebuah dokumenter berjudul:



The Mask You Live In.

(Perlu diketahui gue jarang banget nonton dokumenter untuk asik-asik doang. Waktu itu gue lagi pengen menguji diri gue sendiri apakah gue bisa bertahan nonton dokumenter dari awal sampe abis, wkwkwk)

The Mask You Live In adalah sebuah dokumenter tentang fenomenal "masculinity" yang sedang merajalela di Amerika, dimana semua laki-laki diharuskan menjadi seorang lelaki maskulin dan pemberani, dan nasib mereka yang selalu menutup-nutupi dirinya dengan sebuah "topeng" agar tidak terlihat seperti "banci".

Hellooooo? Apa hubungannya sama jilbab???

Pertanyaan yang bagus.

Jadi sepanjang film itu menjelaskan tentang pertumbuhan lelaki dari kecil sampai dewasa. Dan pada tahapan mereka sudah puber, dijelaskan kalau mulailah tumbuh hasrat dan nafsu lelaki yang sudah menjadi kiprahnya sendiri dan tak bisa di ingkari. Nah, salah satu pemicu hasrat mereka adalah: keindahan tubuh wanita.

Namun, wanita pun sudah nasibnya memiliki badan seperti ini, tanpa (maaf) payudara bagaimana cara bayi bisa tumbuh sehat?

Dan pada saat itu, gue sadar, solusinya bukan untuk mem-brainwash seluruh umat laki-laki biar nafsunya ilang, ataupun mengubah tubuh wanita agar tidak menjadi godaan lelaki.

Solusinya satu: Perempuan, jangan menawarkan.

Setelah menonton film itu, tak henti-hentinya gue berfikir untuk melindungi diri gue dari ke-nafsuan lelaki. Bela diri? Yang ada malah wacana terus. Operasi plastik? Nanti gue malah merusak ciptaan Tuhan.

Dan akhirnya pikiran gue terjatuh kepada... sepercak kain yang berguna untuk menutupi bagian kepala wanita.

Kata "hijab" yang dulu sangat asing bagiku perlahan-lahan mulai mengajak berteman. Gue mulai mem browsing-browsing di internet mengenai hijab, mencari YouTuber dengan hijab dan mendengar cerita mereka. Tak banyak teman-teman yang gue beritahu, hanya teman-teman terdekat. Nyokap pun sangat senang ketika mendengar gue memberitahu hal ini. Karena emang dia nggak pernah maksa, seumur hidup gue, beliau cuma pernah sekali nyuruh gue pake hijab, dan sikap gue yang paling nggak suka disuruh-suruh itupun langsung membantahnya. (yaampun durhaka bgt gue dulu :'()

Sampai suatu hari nyokap ngajak pergi ke Thamrin City untuk membeli beberapa hijab pertama gue. Walaupun begitu, gue nggak langsung pake hijab yang baru gue beli itu. Gue masih punya beberapa keraguan, seperti gimana kalo gue nggak suka? Gimana kalo ini menghambat karir gue? Ini komitmen untuk selamanya lhoooo......

Tapiiiiii itu semua hanyalah bisikan setan. Buat lo yang masih mikir-mikir aja untuk pake hijab, selamat! Dengan lo punya keinginan itu, udah jadi kemajuan kok. Semua butuh proses, tapi kalo lo udah dapet itu, kalo bisa sebaiknya jangan ditunda. Karena hidayah itu nggak semua orang bisa dapet loh. Lo salah satu orang terpilih oleh Allah SWT untuk menerima penobatan itu. Coba, ngerasa spesial nggak sih?

Alhamdulillah setelah beberapa kali menunda, Allah tetep nggak jauhin gue dari hidayahnya. Tepat setelah lebaran, gue mulai menjadi "hijabers".

Nah ini dia... Tepat pada tanggal 9 Juli 2016, gue nggak pernah lagi keluar tanpa jilbab.

Mungkin kalo disuruh jawab dengan satu kata lagi, kok bisa hari itu gue akhirnya pake hijab, jawabannya nggak jauh-jauh sama yang pertama, yaitu: "Finding Dory."

Ya. Finding Dory lagi tayang di bioskop waktu itu. Dan gue pengeeeeeen banget nonton di bioskop walaupun udah keluar bajakannya, karena Finding Nemo adalah film pertama gue yang gue tonton di bioskop. Menurut gue, itu adalah sesuatu event yang iconic.

Finding Dory sendiri udah tayang cukup lama di bioskop, jadinya udah turun beberapa layar, termasuk yang di kota gue, Cibubur. Yang mengharuskan gue untuk pergi ke Jakarta buat nonton film itu. Setelah beberapa kali begging-begging ke nyokap untuk dianter kesana, akhirnya alhamdulillah dibolehin. Untung aja dibolehin.

Nah pada hari itu, gue memutuskan untuk pergi dengan hijab yang baru gue beli tuh, rencananya sih buat first trial aja... Sekali aja dulu, nggak untuk selamanya langsung. Cuma pengen ngerasain gimana sih rasanya bener-bener keluar pake hijab?

Eh tapi... Waktu gue mau pergi...

Datanglah seseorang. Dilihatlah gue dengan kain yang menutupi kepala gue itu. Gue kira dia juga akan sama mendukung seperti yang lain, seneng liat gue berhijab. Taunya...

Dia mulai ceramahin gue tentang aliran-aliran islam sekarang, dan bagaimana kita akan disesatkan dengan budaya Timur Tengah itu. Blablabla. Yang gue inget cuma satu kalimat ini: "Kamu masih bisa tetep beriman, walaupun nggak pake kerudung."

Reaksi gue? Gue marah. Tapi gue setuju 100%.

Lah, terus kenapa lo marah??

Pertanyaan yang masih bagus.

Gue marah karena... Gue nggak suka setuju sama orang. 

Gengsi? Banget.

Tapi untungnya gue dilahirkan dengan rasa gengsi yang menjulang sangat tinggi jauh di atas monas.

Mendengar omongan dia, gue jadi malah pengen make hijab, biar gue keliatannya nggak setuju sama dia. Tanpa banyak omong, gue langsung keluar rumah dan pergi.

Hari pertama berhijab ternyata berjalan dengan mulus, malah gue nggak ngerasa ada bedanya, malah... gue merasa lebih senang memakai hijab di kepala gue.

Dan sejak hari itu, gue nggak pernah lagi keluar rumah dengan kepala telanjang.

Ini beberapa cuplikan yang gue abadikan di hari itu:

hijab pertama disponsori oleh Thamrin City yea!
(sesaat sebelum kedatengan si seseorang)

A Day That Turns Out To Be More Special Than Finding Dory w/ Almh. Mbah dan Mama :)


Ya walaupun sempet masih ada sedikit setan yang menggoda. Tapi alhamdulillah gue berhasil mengalahkan semua itu :')


Untuk temanku sendiri, banyak yang terkejut, karena walaupun memang gue sudah rajin sholat di sekolah, mereka tak bisa membayangkan seorang Ica mengenakan hijab. "Bukan Ica banget" istilahnya. Gue nggak pernah mengumbar foto gue berhijab di sosial media tentang mengenakan hijab. Jadi ketika gue berpapasan dengan teman SMA di suatu mall, mereka langsung kaget dan banyak nanya.

(funfact #2: Lucunya dari proses gue berhijab ini adalah, waktu itu gue tengah di produksi film pendek Nico 2. Produksi berjalan dari bulan puasa sampai setelah lebaran. Jadi kalo liat BTS nya, setengah gue belum hijab, setengah gue berhijab. Para crew and cast pun kaget, tapi mereka nggak berkomentar apa-apa.)

Ada juga salah seorang teman laki-laki yang langsung menyebutku "Kerdus" alias Kerudung Dusta. Karena dia tahu sifat gue dulu seperti apa dan dia menganggap gue cuman pencitraan dengan hijab ini.

Tapi seringkali gue ingetin diri sendiri, Allah Maha Pemaaf, dan semua proses ini berarti untuk Nya. Janganlah memperdulikan manusia, karena mereka tidak bisa melihat itu.

Alhamdulillah sampe sekarang, semales-malesnya pake jilbab keluar, gue masih pake mukena atau kerudung bargo yang tinggal pake.

Satu per satu gue belajar memakai jilbab yang benar, gue merasakan khasiatnya sendiri, lama kelamaan gue jadi ganyaman sendiri kalo pake baju ketat atau celana panjang, padahal dulu itu OOTD gue sehari-hari. Sekarang alhamdulillah, gue sedang berproses memakai hijab syar'i dengan gamis.

Beberapa bulan yang lalu, gue bertemu dengan seorang Ibu pengajar tahfidz Al-Qur'an dan menceritakan kisah ini. Bagaimana proses hijrah gue didukung dengan media film. Dia bilang karena gue orang film, dan "orang film" dapet hidayah dengan film, karena memang film sesuatu yang dekat sama gue.

(Untung gue bukan "orang gali kubur" fyuh!)

Oke, jadi yang perlu gue tekankan adalah, hijab itu wajib (QS. Al Ahzab 33:59), namun sayangnya, kuasa Allah, tidak semua perempuan dikaruniai hidayah itu. Sama kayak gue waktu SMA dulu. Sangat takut kalo guru Agama Islam udah ngomongin hijab. Boro-boro hijab, pake mukena aja nggak pede di liat orang.

Padahal kalo gue bisa bilang, sifat gue dulu udah cukup "islami". Yaaa eventually, pada akhirnya, lahir sendiri nurani di dalam hati gue dimana gue mau dilihat orang sebagai seorang muslimah. Gue pengen bisa dibedain dari yang lain. Gue pengen punya identitas itu.

Gue yakin semua punya Hijab Story nya masing-masing. Dengan waktu dan tempat yang sudah dipersilahkan Allah SWT, dan hanya Dia yang Tahu. Rahasia Ilahi. Yang penting jangan saling menghakimi sesama saudara.

Untuk lo yang pengen berhijab, jangan takut akan rejeki ataupun jodoh, karena toh semua udah di atur.

Pesan yang sekiranya bisa gue kasih ke lo sekarang adalah... Permata yang asli ada di dasar laut.

If you know what I mean :)

Anyway, that seseorangeventually menghargai keputusan gue dan akhirnya menerima gue apa adanya ;) (Alhamdulillah)


thankyou Jennifer Newsom, I owe you.



5/11/17
edited 19/1/17

Komentar